Kemarin siang, tiba-tiba saja sebuah chat dari saudaraku Ignas Waning masuk. Ia memintaku menulis artikel untuk sebuah web, tentang pengalamanku menulis. Chat itu sejenak membuatku terperangah. Ternyata aku selama ini tidak menyadari diri sebagai seorang penulis. Aku ternyata hanya menghayati identitasku sebagai: umat Allah, suami, ayah, opa, pengusaha, rotarian (anggota rotary club), atau pegiat gereja. Tidak terlintas bahwa aku adalah penulis. Kemudian aku mencoba menarik memori yang terkait. Enam buku memang sudah kutulis, semuanya diterbitkan oleh Kanisius. Tiga buku merupakan buku filsafat, dua buku tentang gerejawi (mendapat imprimatur dan nihil obstaat), dan satu buku tentang pendidikan. Enam jurnal penelitian ilmiah telah dipublish. Dan beberapa artikel telah dimuat di surat kabar, majalah cetak, dan media online. Chat saudara Ignas membuatku mulai menelusuri sejarah penulisanku. Padahal tidak pernah bercita-cita menjadi penulis.
Keinginan untuk menulis pertama kali muncul, ketika aku sedang menyelesaikan disertasi bidang filsafat yang membahas seputar “Hirarki Kebutuhan Abraham Maslow”. Penelitianku dalam disertasi itu menunjukkan bahwa selain dampak positif, ternyata ada dampak negatif serius pada konsep hirarki kebutuhan Maslow. Dampak negatif itu berupa kecenderungan untuk egois, dan menganggap pemenuhan kebutuhan yang lengkap sebagai satu-satunya jalan mencapai kebahagiaan. Kecenderungan-kecenderungan ini menyesatkan. Sejak itu aku merasa gelisah, banyak orang tidak sadar tentang dampak negatif konsep ini, termasuk aku sendiri sebelumnya. Kegelisahan itu terus muncul dan mengganggu pikiranku setiap saat. Itulah yang mendorongku menulis buku untuk memberi masukan pada masyarakat luas. Buku berjudul “Manusia Utuh” diterbitkan Kanisius tahun 2014, isinya membahas dampak-dampak konsep Maslow itu. Terbitnya buku itu, membuat kegelisahan tentang dampak negatif konsep hirarki kebutuhan lenyap. Walau aku sadar bahwa dampak buku itu terbatas, tetapi lega karena dalam keterbatasanku aku telah ambil bagian dalam mengantisipasi yang buruk.
Salah satu karya tulis (buku) yang terbaru dari Pak Hendro.
Pengalaman aktif dalam kegiatan menggereja, memunculkan kegelisahan yang lain tentang situasi awam Katolik yang membingungkan. Untuk mengatasi kegelisahan itu, aku melakukan penelitian kepustakaan. Hasilnya, Kanisius menerbitkan “Awam Mau Kemana?” tahun 2016 lengkap dengan imprimatur dan nihil obstaat. Keprihatinan yang menggelisahkan atas berkurangnya praktik keutamaan kerendahan hati ditengah kehidupan masa ini, memicu lahirnya buku “Mungkinkah Bumi Tanpa Humus” (Kanisius, 2017). Pengalaman hidup ternyata terus menerus menyuguhkan keprihatinan dan kegelisahan baru. Perjumpaanku dengan para lansia yang bingung dan seakan kehilangan makna hidupnya, membuatku kembali melakukan studi dan menulis “Bergulat Dengan Usia”. Buku ini diterbitkan Kanisius tahun 2021. Buku “Menata Nalar Memahami Kebenaran” yang diterbitkan Kanisius tahun 2022, muncul atas kegelisahan akibat banjir informasi dunia maya masa ini. Banjir informasi dunia maya berpotensi menyesatkan orang yang belum mampu memilahnya. Kegelisahan atas fenomena gerak awam Katolik yang cenderung terkonsentrasi di seputar altar dan kurang bergerak keluar untuk menjadi “garam” dan “terang” dunia, menginisiasi terbitnya “Pergilah, Kita Diutus” (Kanisius, 2022) dengan imprimatur dan nihil obstaat. Hal yang sama juga, dengan penulisan-penulisan berupa jurnal penelitian dan artikel, setelah kurenungkan, semuanya lahir dari kegelisahan yang ada di hati. Tidak ada motivasi lain yang dominan dan mendorongku untuk menulis, selain kegelisahan. Dan kegelisahan itu lenyap setelah aku berupaya mempersembahkan tulisan yang terbatas itu.
Chat saudara Ignas membantuku memaknai semua ini. Ternyata tulisan-tulisanku lahir semata untuk menjawab kegelisahan yang muncul di dalam hati. Kegelisahan itu selalu tentang fenomena yang tidak pada tempatnya, atau butuh dibaharui. Kemudian aku berupaya menjawab kegelisahan, dengan studi tentang penyebab dan cara mengantisipasinya. Tentunya semua ini berjalan dalam keterbatasanku. Apabila kegelisahan itu berasal dari seruan Allah, yang kuyakini selalu tinggal dalam hatiku. Dan menulis adalah caraku menjawab seruanNya. Maka menulis adalah bagian dari komunikasi batinku dengan Tuhan, bagian dari doa. Terimakasih untuk saudaraku Ignas Waning yang telah membantuku memaknai hidup lebih luas.** (Dr. Hendro Setiawan, pengusaha dan penulis serta penasihat DPC ISKA Palembang)
Dr Hendro Setiawan (di podium), salah satu pembedah buku “Korupsi”, 3 tahun silam di Palembang
Oleh: Dr Hendro Setiawan
TULISAN ini semata dalam rangka menjawab permintaan sahabat terkasihku, Bpk. Ignas Waning. Peran, keberadaan, dan kontribusi lembaga intelektual Katolik ditengah situasi Gereja dan masyarakat dewasa ini, sudah menjadi kebutuhan yang mendesak. Rasanya tidak ada lagi pihak yang meragukan ini. Dunia intelektual adalah lahan yang perlu digarami, mengingat produk-produk intelektual kuat mempengaruhi cara hidup manusia. Nilai-nilai agama perlu dihadirkan dalam proses-proses intelektualitas. Ini tentu juga menjadi harapan atas kontribusi lembaga seperti ISKA Palembang.
Permasalahan klasik suatu organisasi, umumnya terletak pada manajemen dan kepemimpinannya. Masalah kebanyakan muncul dari dalam, bukan dari luar. Organisasi kebanyakan busuk dari dalam, bukan dari luar. Yang baik bahkan mampu bertumbuh ditengah badai tekanan luar. Karena itu perlu dibahas beberapa hal terkait:
Kepemimpinan
Kepemimpinan yang baik utamanya nampak dalam komitmen menegakkan visi dan nilai-nilai organisasi. Tanpa visi, organisasi seakan berjalan tanpa arah, sesuka pemimpin, atau arahnya hanya disesuaikan kesepakatan anggota-anggotanya belaka. Padahal setiap organisasi dibetuk dengan visi tertentu yang dituangkan dalam AD/ART/Statuta, dll. Nilai-nilai organisasi Katolik mengacu pada nilai-nilai katolisitas.
Perencanaan
Perencanaan adalah sarana untuk menjabarkan visi pada tindakan konkrit sesuai dengan waktu, situasi, dll.
Organisasi
Organisasi diperlukan untuk “menggerakkan”, “memotivasi”, “mengarahkan”, dll, semua anggota dan stake holder dalam rangka mencapai apa yang direncanakannya. Ini adalah tantangan utama setiap lembaga sosial, yang tidak punya ikatan yang untuk memaksa gerak yang lain. Semua yang terlibat adalah relawan yang tidak dapat diperintah begitu saja. Dengan demikian kemampuan kepemimpinan dan organisasi untuk “merangkul”, “memotivasi”, dll, banyak anggota dan stake holder yang beragam menjadi tuntutan utama. Tujuan hanya dapat dicapai dengan talenta yang beragam. Kegagalan dari hal ini membuat organisasi hanya berjalan dengan type anggota yang “seragam” (punya pekerjaan sama, hobi sama, dll). Keseragaman membuat sulit bergerak. Padahal kekuatan organisasi sosial terletak pada keberagamannya. Efektifitas kepemimpinan terletak pada kemampuan merangkul yang lebih luas. Keberagaman yang saling melengkapi adalah motor organisasi. Sinode para Uskup 2021-2023, mengingatkan perlunya mengupayakan kemampuan “berjalan bersama” bahkan dengan “yang berbeda”. Gereja dan lembaga-lembaganya pun dituntut mampu “bergerak keluar” (Evangelii Gaudium). Yang sempit dan tertutup tidak produktif.
Kontrol/Evaluasi
Manusia tidak pernah sempurna, karena itu tidak ada organisasi yang tidak membutuhkan evaluasi/kontrol. Masalah selalu ada dalam dinamika organisasi. Evaluasi adalah daya pembaharuan atas dampak permasalahan. Kelemahan organisasi sosial keagamaan seringkali justru ada pada sisi ini. Jargon “ada yang mau menjabat saja sudah syukur”, membuat evaluasi tidak jalan. Ini membuat banyak organisasi “hidup segan, mati tak mau”. Ini kontra produktif dengan visi organisasi. Bahkan juga tidak sesuai dengan nilai-nilai agama katolik. Pekerja memang sedikit, tapi bukankan Tuhan selalu hadir? Lembaga yang lebih tinggi dan Gereja lokal, seringkali membiarkan saja situasi-situasi semacam ini. Cukup bicara yang baik dan indah, disetiap momen-momen pelantikan. Kemudian bungkam diantara momen-momen itu.
Pengambilan keputusan
Kalau evaluasi saja tidak dilakukan, darimana dapat mengambil keputusan yang penting?
Esensi Kuliah
Daring (Online, e-Learning) atau
Pembelajaran Jarak jauh (PJJ)
Virus Corona atau Covid-19 yang mengepung Indonesia tampaknya belum bisa diredam. Penyebarannya yang masif dan relatif cepat membuat orang terpaksa harus berdiam diri di rumah demi memutus rantai penularan Covid-19. Pemerintah telah menyampaikan kebijakan terkait pencegahan dan memutus rantai penyebaran Covid-19 di Indonesia. Dalam Surat Edaran Mendikbud No. 3 Tahun 2020 tentang pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan, dan No. 36962/MPK.A/HK/2020 proses belajar mengajar (PBM) di perguruan tinggi dilakukan secara kuliah daring (dalam jaringan), online, e-learning, pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau online course dari rumah dalam rangka pencegahan Covid-19.
Disi
lain, tujuan esensial PBM adalah mentransfer ilmu dari dosen ke mahasiswa/i
sehingga mahasiswa/i memahami apa yang diberikan oleh dosen, yang semula tidak
tahu menjadi tahu. Filosofi
pendidikan yang krusial lain adalah mindset
mahasiswa/i dalam PBM adalah memahami ilmu kemudian menerapkan, bukan hanya
nilai yang diburu. Sayangnya, tidak semua dosen memahami betul bagaimana
dan apa yang dimaksudkan dengan kuliah daring. Padahal yang dimaksudkan dengan
sistem kuliah daring, yaitu sistem perkuliahan yang memanfaatkan akses internet
sebagai media PBM yang dirancang dan ditampilkan dalam bentuk modul kuliah,
rekaman video, audio, atau tulisan oleh pihak universitas. Pada kenyataanya di
lapangan justru sebagai ajang dosen untuk memberikan tugas bagi mahasiswa/i, sehingga
bukanlah kuliah daring yang terjadi tapi tugas daring. Sebenarnya hal tersebut
tidak sepenuhnya salah, tapi coba kita bayangkan apabila setiap dosen
menerapkan sistem yang sedemikian rupa, menggantikan materi tatap muka dengan
tugas yang cukup banyak dengan waktu yang terbatas tidak menutup kemungkinan
mahasiswa/i akan kewalahan dan PBM menjadi tidak maksimal. Tidak sedikit mahasiswa/i yang
mengeluhkan hal tersebut karena banyak kendala yang mereka temui tatkala
menggunakan sistem daring.
Kuliah
daring yang dilaksanakan dari rumah awalnya bagi sebagian orang, baik
mahasiswa/i, orang tua mahasiswa/i, dan para dosen menjadi persoalan terutama
dalam pemilihan media komunikasi untuk pembelajaran dan metode belajar. Civitas
akademika perguruan tinggi harus beradaptasi, belajar di rumah non tatap muka. Have to work from home. Semua berubah
cepat, dan harus mau beradaptasi. Adaptasi teknologi, jam kerja, cara kerja dan
belajar. Penerapan kuliah daring ini menuntut
kesiapan bagi kedua belah pihak, baik itu dari penyedia layanan pendidikan (perguruan
tinggi) atau dari peserta didik sendiri (mahasiswa/i). Pembelajaran secara
daring membutuhkan bantuan teknologi yang mumpuni dan dapat diakses dengan
mudah. Kuliah daring semacam ini justru dapat menjadi alternatif jitu sebagai
ganti pertemuan kelas tatap muka langsung.
Kebijakan
kuliah daring menuai pro dan kontra jika ditinjau dari efektivitasnya. Mahasiswa/i
yang kontra memandang ketidakefektifan terjadi saat PBM tatap muka secara
langsung (offline) saja terkadang
masih harus membutuhkan pemahaman ekstra, dengan kuliah daring mahasiswa/i
dituntut untuk belajar dan memahami sendiri materi yang disampaikan. Selain
itu, tidak semua mahasiswa mendapatkan fasilitas wifi sehingga harus merogoh kocek yang lebih dalam lagi untuk
membeli kuota. Beberapa
keresahan mahasiswa/i terkait dengan diberlakukannya sistem kuliah daring,
antara lain: kendala sinyal yang menjadi hambatan dalam mengakses materi/modul
perkuliahan, beberapa alat elektronik mengharuskan terhubung dengan listrik,
jika listrik mati sulit presensi dan PBM, pengumpulan tugas secara daring
membuka peluang untuk copy paste
semakin tinggi, dan mahasiswa/i menjadi tidak leluasa dalam PBM karena tidak
terjadi komunikasi 2 arah antara mahasiswa/i secara tatap muka. Sedangkan
dianggap cukup efektif saat mahasiswa/i dapat mengakases modul perkuliahan
dimana pun dan kapan pun, sehingga mahasiswa/i dapat menyesuaikan jam belajar
masing-masing. Selain itu, kuliah
daring merupakan salah satu tindakan preventif untuk menekan penyebaran Covid-19,
dengan melakukan social/physical
distancing yang dapat mengurangi intensitas interaksi antara carier dan calon korban selanjutnya.
Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menghimbau para dosen untuk mewujudkan
kuliah daring yang bermakna bagi mahasiswa/i, tidak hanya berfokus pada capaian
akademik atau kognitif semata, namun juga menekankan pada perkembangan ‘life skill’ dan karakter. Untuk
pendidikan life skill, mahasiswa/i,
dan dosen bisa menjadikan aktivitas memahami pandemik Covid-19 sebagai materi PBM.
Mulai dari penjelasan tentang virus hingga langkah-langkah pencegahan dikaitkan
dengan materi mata kuliah yang direlevansikan dalam Rencana Pembelajaran
Semester (RPS). Dengan begitu mahasiswa/i memiliki wawasan tentang apa yang
terjadi di sekitarnya dan mampu melindungi diri dan sesamanya. Di sisi lain
karakter merupakan ciri khas individu yang ditunjukkan melalui cara bersikap,
berperilaku, dan bertindak untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkungan
kampus, keluarga, maupun masyarakat. Mahasiswa/i yang memiliki karakter baik
akan menjadi orang dewasa yang mampu membuat keputusan dengan baik dan tepat
serta siap mempertanggungjawabkan setiap keputusan yang diambil. Karakter baik yang
ditanamkan pada tiap individu mahasiswa/i, antara lain; religius, cinta
kebersihan dan lingkungan, sikap jujur, sikap peduli, dan rasa cinta tanah air
(Kemendikbud, 2020).
Tantangan
dan Sisi Humanis di UKMC: Menciptakan Kreativitas dan Inovasi
Media
kuliah daring yang banyak digunakan antara lain; aplikasi medsos; Facebook,
Youtube, IG, WA, Line, Zoom, Microsoft Team, Google Classroom, Moodle, Zoom.us,
Skype, platform aplikasi yang
disediakan oleh Universitas Katolik Musi Charitas (UKMC), yaitu portal
akademik.ukmc.ac.id, dll, baik hanya dalam bentuk pengiriman bahan ajar maupun
komunikasi melalui teleconference. Sisi
lain yang menarik untuk diamati penerapan kuliah daring di lingkungan UKMC adalah
adanya ketidakberterimaan, kekacauan, kelucuan, kegelisahan, keribetan, dan
berbagai situasi lainnya yang sebelumnya mungkin tidak terbayangkan akan terjadi
baik oleh dosen dan mahasiswa/i. Hal tersebut terjadi karena mengubah habit dosen dan mahasiswa/i tidak
gampang, disparitas usia dosen dan kreativitas penggunakan teknologi juga
resisten di kalangan dosen dan mahasiswa/i tertentu.
Dalam kuliah daring, dosen UKMC harus ikut berinteraksi dan berkomunikasi membantu mahasiswa/i dalam memahami materi PBM dan mengerjakan tugas, tidak hanya memberikan tugas saja. Sehingga keluhan mahasiswa/i terkait dengan tugas-tugas yang diberikan cukup berat dan banyak namun tidak dibimbing oleh dosen dapat dieleminir. Untuk menghindari kemungkinan mahasiswa/i, dosen menjadi stress belajar daring bukan berarti harus 100 persen online. Dosen diminta untuk merancang metode penilaian capaian pembelajaran yang menyesuaikan dengan RPS yang sedikit di-’releks’-kan dan mempertimbangkan kesiapan dosen, kewajaran beban kerja, dan kemudahan akses mahasiswa/i. Proses praktikum klinik atau tempat praktik-praktik lainnya yang tidak langsung berhubungan dengan penanganan Covid-19 diminta agar dibatasi dan digantikan dengan model perkuliahan daring atau ditunda hingga keadaan membaik. Sementara soal penyelesaian tugas akhir/skripsi didorong menggunakan metode yang memanfaatkan data sekunder atau studi literatur, karena data primer akan sulit didapat dalam situasi seperti ini. Sidang/ujian tugas akhir/skripsi juga didorong secara daring dengan teleconference. Kegiatan PBM dan Tri Dharma UKMC dilakukan secara daring, termasuk Ujian Tengah Semester (UTS), praktikum (kecuali praktikum yang tidak memungkinkan via daring maka akan dijadwalkan ulang pada saat periode semester pendek/sisipan).
Tidak semua daerah asal mahasiswa/i UKMC mempunyai akses smartphone atau koneksi internet yang baik. Kendala yang dialami dosen adalah tidak bisa mengontrol seluruh kondisi mahasiswa. Namun, selama ada diskusi aktif, bertanya, disiplin dan menepati waktu, kuliah daring akan efektif. Kuota internet yang cepat habis dan memori yang cepat penuh, bisa disiasati dengan menyiapkan space memori dan mengirimkan video sebelum PBM berlangsung, presentasi secara online lancar, mahasiswa/i mampu pempresentasikan materinya memakai teknologi video, kemudian menjawab berbagai pertanyaan dan tanggapan. Kesulitan ketika dosen memberi materi kemudian langsung memberi tugas, penjelasan yang hanya diketik juga kadang sulit memahaminya, meskipun kadang dosen sudah memberi penjelasan melalui pesan suara. Dateline tugas kuliah daring yang pendek juga terkendala ketika jaringan lambat, server error, dosen hanya memberikan materi, tanpa mengirimkan voice note (pesan suara) dan tanpa video pembelajarannya untuk menjelaskan materi tersebut, dan lainnya, menambah tantangan kuliah daring & sisi humanis dosen-mahasiswa/i di lingkungan UKMC selalu memiliki rahmat tersembunyi (blessing in disguise) yang justru mendorong penciptaan kreativitas dan inovasi dosen-mahasiswa/i dalam complex problem solving. Dalam kondisi ini berkreasi supaya materi PBM dan tugas-tugas untuk peningkatan kompetensi mahasiswa tetap dapat diperoleh.
Tips Penerapan Kuliah Daring atau PJJ yang
Efektif
Tetapkan Manajemen Waktu Mahasiswa/i mengatur waktu belajar dengan teratur, mengerjakan dengan fokus tugas yang dibebankan dosen. Universitas memberikan batasan jadwal akses daring dan fleksibilitas penuh kepada mahasiswa/i. Bagi mahasiswa/i yang belum terbiasa belajar mandiri, biasanya akan mengerjakan tugas-tugas kuliah di menit-menit terakhir tenggat waktu yang ditetapkan. Oleh sebab itu, membiasakan diri untuk belajar dan mengerjakan tugas di awal waktu adalah keterampilan yang mesti ditanamkan kepada mahasiswa/i yang melakukan remote learning.
Persiapkan Teknologi yang Dibutuhkan Para mahasiswa/i harus mengetahui peralatan-peralatan apa saja yang dibutuhkan untuk melakukan kuliah daring, disarankan menggunakan beberapa platform belajar daring alternatif. Demikian juga perkakas teknologi seperti; komputer, smartphone, atau tablet, dan jaringan internet yang laik, menyiapkan kuota internet dan mencari tempat belajar yang nyaman dan dapat menangkap sinyal dengan baik.
Belajarlah dengan Serius Kesalahan yang sering dilakukan para mahasiswa/i adalah tidak fokus ketika melakukan PBM secara daring, terdapat banyak sekali distraksi yang mengganggu; godaan untuk menonton video, mengakses medsos, hingga membaca-baca konten berita secara impulsif seringkali dilakukan tanpa rencana sebelumnya. Oleh sebab itu, penting untuk berusaha fokus dan konsisten selama waktu PBM yang ditetapkan. Tetapkan ruang khusus untuk belajar dan menjauhkan diri dari gangguan anggota keluarga yang lain. Para mahasiswa/i harus belajar dan tahu tujuan dari kuliah (outcome learning). Para mahasiswa/i memiliki motivasi yang sungguh-sungguh; membaca terlebih dahulu materi yang akan dibahas, aktif mendengarkan, membaca, bertanya dan menanggapi.
Jaga Komunikasi dengan Dosen dan Rekan Mahasiswa/i lainnya Para mahasiswa/i harus visibel dan berkomunikasi tanggap dengan dosen atau rekan-rekannya. Buat grup khusus untuk membahas tugas yang dibebankan dosen. Komunikasi mesti terjalin dengan baik untuk menghindari kesalahpahaman. Gunakan momen-momen semacam ini untuk mengasah keterampilan komunikasi daring Anda. Jika memang belum yakin dengan hasil tugas yang dikerjakan, segera hubungi dosen Anda. Lakukan sesegera mungkin untuk menunjukkan komitmen bahwa Anda serius untuk belajar.
Saat ini semua orang khawatir dengan penyebaran virus corona. Sampai-sampai semua sekolah memutuskan untuk meliburkan segala aktivitas yang ada di sekolah. Anak-anak dari TK-SD-SMP-SMA dan Universitas melaksanakan belajar di rumah secara daring alias libur sekolah. Walaupun libur, bukan berarti orang tua dan anak bisa pergi liburan ke tempat-tempat yang menyenangkan. Justru, saat ini masyarakat diharapkan untuk bisa tinggal di dalam rumah. Sayangnya, anak-anak belum terbiasa dengan kondisi ini. Sehingga, banyak dari mereka yang merasa bosan dan meminta untuk bermain di luar rumah malahan pergi ke mall ataupun tempat rekreasi.
Di tengah penyebaran virus corona jenis baru penyebab Covid-19 di Indonesia, sejumlah pemerintah daerah di Indonesia termasuk kota Palembang memberlakukan penghentian aktivitas pendidikan dengan meliburkan sekolah-sekolah selama yang semula 2 minggu yaitu tanggal 16-28 Maret 2020 selanjutnya di tambah lagi belajar di rumahnya sampai tanggal 13 April 2020 atau sampai kapan belum tahu kita ? Para siswa diminta melanjutkan belajarnya di rumah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kerumunan yang memungkinkan kontak antara banyak orang bertujuan menekan laju penyebaran virus corona.
Selama 4 minggu ini, orangtua diharapkan bisa menjadi “guru” yang mengisi kegiatan anak-anaknya. Selain itu, menemani mereka mengikuti kegiatan belajar secara online atau daring. Anjurannya, jangan mengajak anak ke luar rumah. Oleh karena itu, diperlukan berbagai alternatif kegiatan yang bisa dilakukan anak. Demi menjaga keselamatan anak, banyak sekolah yang harus meliburkan kegiatan belajar dan mengajar. Namun, bukan berarti anak juga harus libur belajar selama di rumah.
Di sinilah, peran orang tua sangat dituntut dengan baik. Meskipun anak libur, bukan berarti kita bisa mengajak anak pergi ke luar rumah dengan leluasa. Tak heran, bila kondisi ini membuat anak merasa bosan. Nah, agar anak tidak merasa bosan, kita bisa menyiapkan beberapa permainan yang seru.
Di antara adalah petak umpet, bermain rumah-rumahan atau memainkan permainan yang disukai oleh anak. Jika memungkinkan orang tua bisa membuat jenis permainan baru yang bisa meningkatkan kreativitas anak. Daripada anak merasa bosan dengan tidak melakukan apapun. Kita bisa meminta anak untuk membantu pekerjaan rumah yang mudah. Salah satu contohnya adalah merapikan mainan yang telah ia mainkan atau belajar untuk membersihkan tempat tidur. Selain membuat anak tidak merasa bosan, cara ini juga bisa mengajarkan mereka menjadi orang yang lebih rapi dan bersih.
Orangtua dapat membuat kue atau camilan bersama anak, daripada harus membeli camilan keluar rumah. Selain memiliki harga yang lebih murah, kita juga akan lebih tahu tentang kualitas gizi yang terkandung di dalam camilan tersebut. Agar kegiatan memasak lebih menyenangkan, kita bisa mengajak anak untuk belajar memasak. Kita tidak perlu memasak camilan yang ribet, cukup dengan bahan yang sederhana, anak pasti akan merasa senang untuk melakukan kegiatan ini.
Tidak bisa dimungkiri bahwa liburnya anak dari sekolah, membuat intensitas waktu orang tua dan anak semakin banyak. Oleh karena itu, manfaatkanlah waktu tersebut dengan sebaik mungkin. Tingkatkanlah komunikasi di antara orang tua dan anak. Karena bisa jadi ada banyak hal yang sebenarnya ingin disampaikan oleh anak-anak kita.
Yang harus ditanamkan dalam pikiran adalah tidak menganggap kondisi saat ini menjadi sebuah beban. “Jangan hanya melihat momen ini sebagai beban. Lihatlah sebagai kesempatan untuk menjalin hubungan bersama anak. Selanjutnya, cobalah bekerja sama dengan anak sebagai tim yang akan saling membantu mencari solusi bersama jika terjadi kesulitan. Membantu anak belajar dengan cara yang seru dan menciptakan suasana belajar menyenangkan di rumah. Cara ini juga menjadi jalan untuk menyamakan persepsi dan mengurangi konflik antara orangtua dan anak.
Diskusikan dengan anak tentang do and don’t. Buat kesepakatan penggunaan gadget, durasi pemakaian, dan kegiatan yang dilakukan dengan gadget. orangtua bisa membuat proses belajar berlangsung menggunakan sistem menu. Jadi, anak diberi kebebasan untuk menentukan kegiatan apa yang ingin mereka lakukan pertama dan selanjutnya. Hal ini penting dilakukan karena situasi belajar di rumah tentu sangat berbeda dengan situasi belajar di sekolah yang cenderung formal. “Yang penting fokus pada target harian yang penting target harian terpenuhi.”
Oleh karenanya, menghadapi wabah ini mesti adanya kesadaran dan kontribusi semua pihak termasuk masyarakat untuk mematuhi arahan pemerintah dan mengikuti protokol keselamatan dengan: Menjalankan dan menerapkan Protokol Kewaspadaan dan Pencegahan Covid-19 dengan baik, mempraktikkan dan membudayakan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sesuai dengan pedoman yang diberikan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, tidak beraktivitas ketempat kerja jika mengalami sakit atau mengalami penurunan kondisi kesehatan, bagi yang mengalami gejala infeksi Covid-19 seperti demam, batuk, influeinza, dan nyeri tenggorokan, diminta untuk segera memeriksakan diri ke rumah sakit rujukan terdekat yang sudah ditunjuk pemerintah, seseorang yang baru kembali dari daerah yang terinfeksi Covid-19, atau memiliki riwayat kontak dengan pasien terkontaminasi positif Covid-19, diwajibkan untuk melaporkan diri ke Dinas setempat untuk mendapatkan arahan lebih lanjut.
Pelaksanaan kegiatan lain yang melibatkan banyak peserta, pangunjung, undangan (melebihi 50 orang) sebagaimana kiteria WHO, diinstruksikan untuk dijadwal ulang sampai dengan keadaan memungkinkan, kegiatan kunjungan di dalam negeri yang tidak penting, untuk ditunda dan dijadwalkan ulang, berlakukan Partial Lockdown, Self Isolation, dan Social Distancing segera sebelum terlambat dan epidemi semakin menyebar. perkuat Sistem IMUN, dengan mengkonsumsi vitamin C, sayur buah dan makanan sehat dan bergizi.
Pertebal juga Sistem IMUN, gunakan Masker menutup hidung dan mulut bagi yang memerlukan, jaga Jarak minimal 1 meter, jangan mendekat, hindari berjabat tangan dan berpelukan, kontak tangan dan fisik, lebih sering Cuci Tangan, hindari memegang Muka, tidur cukup dan olahraga, juga jangan panik, jangan meremehkan tapi tetap waspada , perbanyak Doa dan tingkatkan Taqwa.
Ingat! Diliburkan untuk karantina dan isolasi diri untuk mengurangi risiko pengebaran COVID-19, bukan liburan. Perlakukan diri kita seolah sudah terkena virus agar lebih waspada sehingga orang lain tidak terjangkit. Jika self isolation, partial lockdown atau social distancing berhasil diharapkan dapat menekan meledaknya grafik penyebaran virus dan di saat bersamaan memberikan waktu untuk yang sakit dapat sembuh (recovery), serta tenaga kesehatan dan jumlah fasilitas kesehatan mampu menampung untuk menangani pasien.
Jadi masing-masing diri harus sadar dan tahu diri menyikapi kondisi ini dengan bijak. Jika kita masih “bandel” dan tidak bekerja sama, maka self isolation atau karantina mandiri 14 hari jadi PERCUMA atau SIA-SIA untuk mencegah penyebaran. Bahkan sebaliknya, ketika ajang karantina diliburkan malah liburan ketika nanti saatnya mendekati 14 hari semua orang aktif beraktivitas kembali justru disitu awal ledakan terjadi karena semua berkumpul dan saling tidak mengetahui bahwa masing-masing diri telah menjadi “hidden spreader” atau “silent killer” penyebar virus. Terlebih saat gangguan kecemasan muncul.
Meski seolah tampak membosankan, pembatasan sosial dengan bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah tetap bisa berdampak positif, khususnya dalam membangun kembali komunikasi dan keharmonisan dalam keluarga yang sulit dilakukan selama hari-hari libur biasa. Orangtua dan orang dewasa memiliki peran penting untuk bisa mengelola cemas mereka selama pandemi dan orang tua merasakan bagaimana seorang guru di kelas menghadapi peserta didiknya yang lebih dari 25 anak. Ini saja orangtua di rumah baru menghadapi satu atau dua anaknya tentu sudah stress. Supaya kecemasan itu tidak menular dan berimbas kepada anak-anak mereka yang umumnya masih bingung dengan berbagai hal yang berubah dan mendadak terjadi. Semoga bencana virus covid 19 ini cepat berlalu dan anak-anak bangsa dapat melanjutkan pendidikan seperti semula guna menggapai cita-cita yang mereka harapkan.
(A. Daris Awalistyo S.Pd., Pendidik di SDK Frater Xaverius 2 Palembang)
Beberapa saat setelah dilantik sebagai Menteri Kabinet Kerja, Mendikbud yang baru, Nadiem Anwar Makarim, telah membuat beberapa ‘gebrakan’ kebijakan yang membuat banyak orang, terutama yang berkecimpung di dunia pendidikan terbengong-bengong. Ketika banyak orang masih terkaget-kaget dengan keuputusan Presiden Jokowi melantik orang muda ( 35 tahun ) dengan latar belakang yang sama sekali jauh dari bidang pendidikan (Kemdikbud) ternyata dijawab oleh Nadiem dengan optimisme yang tinggi. Dia menyebutnya dengan istilah Kebijakan Merdeka Belajar. Nadiem melihat bahwa sistem pendidikan di Indonesia, baik pendidikan dasar, menengah, maupun pendidikan tinggi sangat jauh tertinggal di banding negara lain. Sistem pendidikan di Indonesia masih sangat konvensional, kurang bahkan tidak mampu mengikuti perkembangan dan perubahan zaman. Dia katakan bahwa salah satu penyebabnya adalah masih kurang percayanya pemerintah kepada peran guru (dosen). Pemerintah masih terus intervensi sampai pada tataran teknis pada peran guru sebagai pengajar dan pendidik.
Awal yang baik Dari beberapa gebrakan kebijakan Mendikbud Nadiem Makarim, saya lebih menyoroti kebijakan yang terkait dengan pendidikan dasar dan menengah, yaitu “kepercayaan pada peran guru yang mulai dikembalikan”. Ini sebuah awal yang baik. Pertama adalah tentang Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP adalah dinamika yang harus disiapkan guru setiap harinya. RPP adalah napas dan jantungnya para guru. Dulu RPP harus dibuat berlembar-lembar, dan cenderung dibuat bukan karena sebuah tuntutan pendampingan anak didik melainkan lebih karena tuntutan administrasi (persiapan akrditasi sekolah). Waktu guru habis di sini. Kini RPP cukup 1 halaman. Meski tetap dengan rambu-rambu penyusunannya namun kreativitas dan inovasi guru sebagai pengajar dan pendidik lebih diutamakan. Kedua, tentang Ujian Nasional (UN). Nadiem, yang mungkin juga generasi yang pernah merasakan UN, nampaknya paham betul bahwa kebijakan UN ternyata lebih banyak dampak negatifnya dibanding dampak positipnya, terutama dikaitkan dengan peran/tugas, wewenang, dan tanggung jawab guru. Sebagai seorang yang pernah terjun langsung bertahun-tahun sebagai pendidik saya masih ingat betul beberapa dampak negatif UN, antara lain :
Mempersiapkan / merancang pembelajaran, mengajar, mengevaluasi, dan memberikan penilaian peserta didik adalah tugas, wewenang, dan tanggung jawan guru. Ini amanat UU Sisdiknas No.20 tahun 2003. Namun dengan UN sebagian peran guru telah diambil alih pemerintah, karena soal UN dan hasilnya (nilai siswa ) diputuskan oleh negara.
Dengan UN, model / strategi pembelajaran yang telah dipersiapkan dalam RPP menjadi buyar “ambyar“ karena harus diganti dengan sistem drilling. Ini langkah yang “terpaksa” ditempuh kalau ingin hasil UN dengan model soal pilihan ganda ini baik. Model pembelajaran menjadi kaku, kering, gersang, dan membosankan. UN tidak bisa mencetak anak yang aktif, kreatif, inovatif tetapi mencetak anak yang “penurut”.
Hasil UN yang diharapkan bisa menjadi bahan pemetaan kemajuan pendidikan di semua wilayah di Indonesia sangat diragukan. Mengapa ? Ini karena standar pengawasan, mulai dari distribusi soal ke daerah-daerah sampai distribusi soal ke peserta didik tidak sama. SOP-nya memang sama tetapi implementasinya sangat jauh berbeda. Jadi tidak perlu heran kalu hasil UN di sekolah pedalaman Papua atau daerah lain lebih bagus dibanding di sekolah dalam kota di Pulau Jawa.
UN yang sempat sekian tahun menjadin penentu kelulusan telah mengabaikan peran yang sesungguhnya guru sebagai pengajar dan juga pendidik. Yang tahu persis potensi anak didik setiap harinya itu adalah guru, bukan pemerintah. Maka sangat tidak adil ketika anak didik divonis dengan UN.
Masih banyak lagi sisi negatif UN yang dirasakan oleh para guru, siswa, bahkan orang tua yang tidak perlu saya uraikan lebih lanjut. Biarlah itu sudah berlalu (Mendikbud telah memutuskan UN 2020 adalah UN terakhir) dan anggap saja itu bagian dari sebuah proses pendewasaan kita semua, pendewasaan bangasa Indonesia.
Menyongsong Era Baru Dengan diumumkannya oleh Mendikbud bebrapa waktu lalu, UN 2020 adalah UN terakhir menjadi angin segar bagi kita semua yang berkecimpung di dunia pendidikan terutama para guru. Namun juga sebagai tantangan yang harus dihadapi ketika kepercayaan telah dikembalikan. Para guru yang selama ini terjebak pada kegiatan administratif, ke depan banyak waktu yang bisa dikelola dengan baik dalam mendampingi anak didik. Bencana Virus Corona (Covid-19) kita ambil hikmahnya. Selain UN harus berakhir lebih cepat, guru dan siswa bekerja dan belajar di rumah, semua ditantang untuk bisa bekerja dan belajar “mandiri”. Semua akhirnya dituntut untuk kreatif, inovatif, memaksimalkan segala potensi yang dimiliki. Belajar on-line/ e-learning (daring) yang semula dianggap “tabu” kini ternyata bagian dari solusi yang harus dimaksimalkan.
Tetap semangat bapak, ibu guru, dan para siswa. Mari kita jawab kepercayaan ini, mari kita songsong Era Baru Pendidikan Indonesia.
Mey yakin seyakin-yakinnya bahwa Agus itu pintar Matematika karena Agus mempunyai kalkulator ajaib. Iya, Mei menyebutnya sebagai kalkulator ajaib karena kalkulator itu bisa diprogram dan programnya bisa membuat Agus menjadi lebih pintar. Mereka berdua memang pelajar setingkat SLTA yang selalu saling bersaing. Padahal menurut Agus, kalkulatornya itu biasa saja, bahkan dia tidak pernah melakukan pemograman yang kompleks pada kalkulatornya.
Agus yakin seyakin-yakinnya kalau Johan pintar humor dan selalu bikin orang lain tertawa itu karena orang tuanya dulunya pemain ludruk. Agus meyakini itu karena gen pelawak dari orang tuanya pasti banyak turun ke tubuh Agus, sehingga Agus sangat mudah melucu.
Johan yakin seyakin-yakinnya kalau Mey itu punya banyak teman dan pintar membujuk karena ibunya seorang Sosialita. Johan meyakini itu karena Mey selalu melihat ibunya bergaul, berbicara, bertutur sapa dan berpartisipasi dalam setiap kegiatan sosial.
Pernah beranggapan kira-kira seperti itu ?
Banyak orang tua yang memberikan anaknya kursus Sempoa Jaritmatika dan Kumon tapi anaknya sendiri tidak suka matematika dan lebih suka main musik. Atau memberikan kursus piano tetapi anaknya sendiri lebih suka main bulutangkis. Atau selalu meminta anaknya belajar di kamar tetapi anaknya malah belajar melalui YouTube. Menambahkan anaknya dengan les pelajaran di sekolah, tetapi anaknya lebih suka bermain-main sama teman-temannya di halaman sekolah tersebut.
Bisa dikatakan bahwa Agus pintar matematika karena memang Agus menyukai Matematika, walaupun dia tidak mempunyai kalkulator ajaib tersebut. Dan karena dia menyukai matematika maka dia akan senang mengerjakan soal-soal Matematika di buku pelajaran dan selalu mencari tantangan untuk soal-soal yang lebih sulit lagi.
Bukan karena orang tuanya mantan pemain ludruk sehingga Johan itu pintar melucu dan selalu membuat orang lain tertawa karena humornya, tetapi karena memang Johan selalu mencari ide-ide humor baru, berlatih berbicara di depan kaca atau pun berlatih memimpin sebuah acara dan menyelipkan humor. Johan juga tidak cepat putus asa jika humornya tidak dimengerti oleh orang lain atau pun terasa garing.
Bagaimana dengan Mey. Mey mempunyai banyak teman, pintar meyakinkan dan membujuk orang lain itu bukan karena ibunya seorang Sosialita, tetapi karena Mey mencontoh perilaku ibunya dan selalu mempraktekkannya dengan target teman-temannya sendiri. Mey selalu berlatih kesabaran mendengar cerita apa saja dari teman-temannya, Mey juga berlatih menggunakan kata-kata positif yang bisa memberikan dorongan motivasi dan akhirnya mampu mengubah pendirian teman-temannya tersebut.
Jadi tidak ada proses yang berhasil baik jika memang tidak ada gairah (passion) yang menyertainya. Bukan gairah yang ingin saya bicarakan di sini tetapi saya ingin bicara tentang prosesnya. Agus menjadi pintar Matematika karena dia mengikuti prosesnya dengan baik, yakni selalu berlatih soal-soal di buku pelajaran atau dari sumber literatur lainnya. Johan pun mengikuti proses dengan selalu melatih dirinya setelah mendapatkan ide-ide entah dari mana. Begitu pula Mey juga mengikuti prosesnya dengan cara mencontoh ibunya, melatih mendengar dengan sabar saat temannya bicara dan berlatih berbicara dengan kalimat yang positif dan persuasuf.
Eliud Kipchoge
Jika sebuah proses itu dilakukan dengan baik, apalagi didukung dengan gairah yang meluap-luap dan infrastruktur yang baik, maka proses itu menghasilkan buah yang manis bagi yang melakukannya. Kita ambil contoh Eliud Kipchoge sebagai pemegang rekor dunia untuk Marathon yang berasal dari Kenya. Kenya bukan negara maju tetapi proses yang dilakukan oleh Eliud Kipchoge dalam mencapai rekor dunia itu tidaklah mudah. Dia ini latihan lari yang dilakukan di ketinggian sejauh 170 km per minggu, lari dengan target waktu sejauh 30-40 km (pace 3:20 min/km), dan masih menjalani latihan tipe 5K/10K untuk menjaga kecepatan. Atau lihat negara China sebagai pemegang medali emas terbanyak di Olimpiade, bagaimana mereka mempersiapkan atlit mereka sejak calon atlit itu masih muda belia, ditempa latihan keras setiap hari dan selalu ditantang untuk melakukan yang lebih baik.
Mozart kecil
Kita lihat lagi Wolfgang Amadeus Mozart, Mozart ini sudah pintar bermain piano pada umur 6 tahun, dan itu ditunjukkan dengan diundangnya Mozart pada seni pertunjukkan kelas atas di Austria pada abad ke 18. Tetapi sebelumnya menjadi pintar tersebut, Mozart dilatih bapaknya sejak umur 3 tahun dengan cara berlatih piano selama 3-4 jam setiap harinya. Bandingkan juga dengan Einsten yang mulanya diramalkan sebagai anak yang bodoh dan tidak akan berhasil karena baru bisa bicara di usia 4 tahun dan pada umur 7 tahun baru bisa membaca, atau bandingkan dengan Charles Darwin yang diejek orang tuanya sebagai dokter yang hanya bisa menyuntik anjing, atau juga bandingkan dengan Michael Jordan, legenda Basket dunia, pernah dikeluarkan dari tim basket SMU-nya, dan yang terakhir bandingkan dengan Beethoven yang diejek karena penampilan buruknya saat bermain biola. Mereka semua berhasil mengubah kegagalan menjadi prestasi dunia dengan cara melakukan proses latihan yang terus menerus tanpa henti.
Artinya jika ingin berhasil, kita tidak hanya mengandalkan Passion saja, tetapi juga proses yang terus menerus tanpa henti. Sampai di sini mungkin kita semua setuju.
Namun untuk hal-hal tertentu yang krusial kita harus menggeser sebuah proses agar jalan menuju keberhasilan tetap pada jalurnya. Misalnya saat wabah Corona ini, murid-murid sekolah diminta belajar dari rumah dan orang tua diminta bekerja juga dari rumah. Maka kita harus mengubah proses belajar anak-anak dan mengubah proses bekerja dari orang tua. Kita bisa memakai teknologi untuk membantu menggeser proses tersebut. Pertama, guru-guru harus kreatif mencari atau membuat isi pembelajaran yang lebih menarik dan menyajikannya secara online, dan kedua, anak-anak juga harus membiasanya belajar dari sebuah layar kecil, baik di smartphone atau pun komputer. Begitu juga orang tua saat bekerja dari rumah, harus bisa bekerja dengan situasi rumah sendiri, berkolaborasi memakai video call dan berdiskusi melalui sosial media. Melakukan sharing pekerjaan berbasis internet dan memberikan informasi secara real time dengan hanya berbasis angka dan data yang tertulis di smartphone atau layar komputer.
Karena tidak bisa berkunjung ke rumah Klien, maka para sales harus bisa memberikan informasi melalui sosial media dengan menyajikan infografis yang bagus, informatif dan enak dipandang. Jika perlu perusahaan di tempat sales tersebut membuat website atau aplikasi yang bisa memberikan informasi sejelas-jelasnya agar para klien atau nasabah atau pengguna cukup jelas dan tidak perlu lagi datang ke kantor perusahaan tersebut. Begitu pula Universitas dan dosen, bisa menyajikan cara berinteraksi realtime dan atraktif terhadap mahasiswanya di rumah mereka masing-masing. Atau Rumah Sakit yang menyediakan pemeriksaan secara online dan realtime berbasis aplikasi, sehingga untuk pemeriksaan awal, para calon pasien tidak perlu datang dulu ke Rumah sakit.
Namun untuk bisa melakukan hal tersebut, harus ada proses yang perlu dilalui sejak lama, misalnya seorang guru atau dosen harus menguasai bidang keilmuannya, sales harus menguasai bidang atau topik yang akan dijualnya, dokter harus paham gejala-gejala awal sebuah penyakit dan yang terakhir para orang tua harus menguasai bidang pekerjaan, sehingga dengan bantuan teknologi sekarang, semua perkejaan tersebut tetap berjalan dengan baik walau pun pertemuan fisik dikurangi atau ditiadakan.
Kata ahli manajeman, proses tidak pernah mengingkari hasilnya.
Dunia terus berubah.
Perubahan drastis dunia dipicu oleh peristiwa-peristiwa besar, yang mengubah
cara pikir dan cara hidup manusia.
Pemikiran hebat Yunani Kuno runtuh ketika Kaisar Konstantinus yang
Kristiani, bertahta di Roma. Sejak itu, agama Kristiani dijadikan agama negara
dan sekolah kebijaksananaan Yunani ditutup. Bangkitlah arus kuat pemikiran abad
pertengahan yang bercorak Kristiani. Perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan reformasi
Protestan pada abad 15-16, meruntuhkan arus pemikiran abad pertengahan dan
menggantinya dengan pemikiran modern yang mengagungkan akal budi manusia. Perang
dunia II telah memicu dihapuskannya penjajahan fisik diseluruh dunia, dst. Wajah dunia terus menerus diperbaharui oleh
peristiwa-peristiwa besar.
Wabah
virus Covid 19 adalah peristiwa besar yang berdampak luas. Jika sebelum ini dunia
selalu diubah oleh peristiwa-peristiwa besar yang dipicu ulah manusia, kini untuk
pertama kalinya, dipicu oleh virus Covid
19. Tiba-tiba saja, mahluk amat kecil ini telah menginfeksi nyaris seluruh
dunia dalam waktu singkat. Covid 19 menyebabkan pandemi global dengan skala
yang belum pernah terjadi dalam sejarah manusia sebelumnya.
Masifnya penyebaran virus covid 19 secara
cepat telah meruntuhkan kesombongan akal budi manusia yang telah diagungkan
lima abad terakhir. Serangan wabah meruntuhkan kebanggaan atas kejayaan
teknologi kesehatan, sistem ekonomi, sistem politik, dan sistem-sistem lainnya.
Semua yang dianggap hebat, seakan berubah rapuh dalam waktu singkat. Dunia
medis seakan pasrah mengandalkan “kebaikan” Covid 19, yang hanya fatal bagi
kurang dari 10 % penderita, dan sembuh sendiri bagi bagian besar lainnya. Kecanggihan
teknologi penyediaan alat ventilator, obat, vaksin, perlengkapan medis, dll,
tertinggal jauh dibelakang kecepatan penyebaran wabah ini. Sistem politik dan
sosial kedodoran dalam antisipasi, bahkan setelah korban banyak berjatuhan.
Ekonomi terpuruk masif melebihi gelombang resesi yang pernah terjadi. Ini
adalah peristiwa besar yang berpotensi mengubah hidup manusia dalam skala luas.
Pengharapan akhir digantungkan pada kenyataan bahwa wabah ini pasti akan
berakhir, mengingat mayoritas korbannya akan sembuh sendiri dan menjadi kebal. Harapan
yang tidak lagi mengandalkan kemampuan akal budi manusia.
Apa
yang akan terjadi pada dunia yang telah “dipermalukan” oleh mahluk yang amat
kecil ini? Tentu banyak perubahan yang dapat dibayangkan akan terjadi. Banyak
aspek kehidupan akan berubah menyesuaikan diri setelah krisis ini. Dunia medis
akan lebih berfokus pada pengembangan penanganan penyakit-penyakit menular.
Proses vaksin akan dipercepat, dst. Dunia kerja akan melihat “work from home” sebagai alternatif yang
efisien sekaligus efektif. Demikian juga dengan dunia pendidikan, dengan sistem
“online”. Ekonomi dan politik akan
menyesuaikan diri supaya mampu mengantisipasi wabah berikutnya. Solidaritas
masyarakat dunia dibangkitkan lewat bantuan China terhadap Italy, dst. Cara
hidup akan berkembang dengan tidak
lagi berfokus mengandalkan kecepatan,
tetapi lebih pada efektifitas dan efisiensi. Hidup menjadi lebih waspada,
sederhana, dan cerdas. Ajaran agama dituntut makin menyatu dengan kemanusiaan,
dst.
Perubahan adalah keniscayaan. Fleksibilitas adalah kunci keberhasilan dalam perziarahan hidup. Setiap peristiwa, betapapun buruknya, selalu memiliki rahmat tersembunyi (blessing in disguise). Filsuf Jerman, Karl Jaspers, mengingatkan bahwa Kemahakuasaan Allah memungkinkanNya untuk mewahyukan kehendakNya lewat segala sesuatu. Bisa saja bencana ini merupakan sinyal dariNya untuk minta kita berubah. Jasper menggunakan istilah “chiffer” untuk sinyal dari Allah. Allah juga telah menganugerahkan akal budi dan RohNya yang tinggal dalam hati, pada tiap manusia. Manusia perlu menggunakan anugerah-anugerah itu untuk merefleksikan setiap peristiwa, demi proses kesempurnaan hidupnya. Kata St. Agustinus: “Crede ut intelligas, intellige ut credas” (percayalah supaya makin mengetahui, upayakanlah pengetahuan supaya makin percaya). Badai pasti berlalu, namun siapkah kita menghadapi wajah baru dunia setelah ini? Saatnya merenungkan ini, ditengah karantina diri.