Akademi Sains Kepausan menyelenggarakan konferensi dua hari yang membahas ketidaksetaraan global dalam riset dan pencegahan kanker. Pertemuan tersebut dihadiri lebih dari 40 peneliti dan dokter kanker terkemuka dunia.
Mereka berkumpul di Casina Pio IV, Vatikan dalam suatu konferensi yang berjudul “Strategi Mengurangi Ketidaksetaraan dalam Perawatan dan Pencegahan Kanker”.
Acara tersebut merupakan konferensi akademik global pertama yang diselenggarakan oleh Akademi Sains Kepausan bekerja sama dengan European Academy of Cancer Sciences dan didukung Kedutaan Besar Swedia untuk Tahta Suci.
Menurut Prof. Joachim Von Braun, presiden Akademi Sains Kepausan, konferensi tersebut terinspirasi dari pesan Paus Fransiskus untuk Hari Orang Sakit Sedunia ke-30 yang dirayakan pada tahun 2022, di mana Paus Fransiskus menyampaikan pesan: “Mari kita berterima kasih kepada Tuhan atas kemajuan Ilmu Kedokteran yang telah dicapai dewasa ini.”
Prof. Von Braun mencatat bahwa kemajuan besar telah dibuat dalam beberapa tahun terakhir dalam penelitian dan terapi kanker. Namun, tambahnya, manfaat sains yang lebih baik tidak terdistribusi secara merata di seluruh negara, bahkan di dalam negara sendiri.
Oleh karena itu, ketidaksetaraan dapat menyebabkan masalah nyata mendiagnosis dan mengobati kanker, karena kemajuan ilmiah gagal menyaring negara-negara berpenghasilan miskin dan menengah, dan kadang-kadang bahkan keluar dari kota-kota besar dan pusat-pusat perawatan di negara kaya.
“Jika pasien tidak memiliki akses ke penelitian yang lebih baik, maka itu menimbulkan masalah bagi orang dan masyarakat, karena mereka yang paling parah terkena dampaknya tinggal di negara berkembang,” kata Prof. Michael Baumann, CEO Pusat Penelitian Kanker Jerman.
“Hasil dari kanker, termasuk deteksi dini dan bertahan hidup, sangat bervariasi, terutama antar negara yang berbeda dan bahkan di dalam negara,” imbuh Prof. Baumann.

Menyeimbangkan Keadilan dan Hak Kekayaan Intelektual
Konferensi tersebut berusaha untuk mengambil langkah pertama untuk mengatasi distribusi kemajuan ilmiah yang tidak merata dengan mempromosikan transfer data dan keahlian ke negara berpenghasilan rendah dan menengah dan dengan memberi saran kepada pemerintah mengenai kebijakan perawatan kesehatan.
“Jika sumber daya kita terdistribusi dengan baik, maka kita dapat memenuhi kebutuhan kesehatan anak-anak yang membutuhkan vaksin serta penderita kanker,” kata Prof. Chandy. “Dekade terakhir telah melihat kemajuan besar dalam terapi kanker, dan membuat diagnosis yang tepat waktu dan tepat sangat penting dalam pengobatan kanker.”
Padahal, tambah Prof. Chandy, pemerintah harus mempertimbangkan perlindungan hak kekayaan intelektual dengan keadilan bagi orang-orang di negara lain yang telah didiagnosis menderita kanker.
Kanker Bukan Lagi Hukuman Mati
Salah satu metode yang terbukti memberikan pengobatan yang lebih baik dan riset yang lebih efektif adalah dengan menciptakan “Pusat Kanker Komprehensif”, di mana riset digabungkan dengan pengobatan, pendidikan, dan keterjangkauannya.
Pasien yang dirawat di fasilitas ini 10-15 persen lebih mungkin bertahan dari kanker, kata Prof. Baumann. Namun, distribusi geografis pusat-pusat kanker sangat bervariasi antar negara; beberapa daerah memiliki banyak fasilitas semacam itu, tetapi sebaliknya tempat-tempat lain tidak memilikinya sama sekali.
Prof. Douglas Lowy, direktur interim Institut Kanker Nasional AS, menyoroti statistik yang menjanjikan dalam terapi kanker. Tingkat kelangsungan hidup kanker selama lima tahun telah meningkat dari sekitar 50 persen pada pertengahan 1970-an menjadi sekitar 68 persen saat ini.
Namun, Prof. Lowy menambahkan, “kanker itu mengerikan!” Terlalu banyak orang meninggal karena kanker setiap tahun, sekitar 600.000 di Amerika Serikat, dan proyeksi global meramalkan bahwa sebagian besar diagnosis kanker akan terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah dalam satu dekade.
“Ketimpangan dan kurangnya akses ke layanan kesehatan merupakan masalah penting di Amerika Serikat dan secara global, serta berdampak negatif besar pada perkembangan kanker dan kematian,” kata Prof. Lowy.
Dibangun di Atas Sejarah Gereja yang Membantu Orang
Konferensi tersebut juga berupaya menciptakan jaringan di antara para peneliti kanker dan mencari cara untuk menyebarluaskan kemajuan ilmiah secara lebih adil.
Pendidikan dan pelatihan ilmuwan dan dokter muda dapat memainkan peran penting dalam menyebarkan kemajuan ke negara-negara berkembang, misalnya, kerjasama antar lembaga.
Ditanya tentang alasan diadakannya konferensi di Vatikan, Prof. Lowy menyoroti sifat pribadi kanker: “Kanker adalah saudara laki-laki, perempuan, ibu, ayah, atau anak seseorang, bukan hanya angka.”
“Dalam konteks yang lebih luas,” menurut Prof. Lowy, “Gereja Katolik memiliki sejarah panjang dan kuat dalam membantu orang di seluruh dunia.”
Herman Endrayanto (Sumber: Devin Watkins, Vatican News)