DI RUMAH AJA … MAMAKU JADI GURU

Saat ini semua orang khawatir dengan penyebaran virus corona. Sampai-sampai semua sekolah memutuskan untuk meliburkan segala aktivitas yang ada di sekolah. Anak-anak dari TK-SD-SMP-SMA dan Universitas melaksanakan belajar di rumah secara daring alias libur sekolah. Walaupun libur, bukan berarti orang tua dan anak bisa pergi liburan ke tempat-tempat yang menyenangkan. Justru, saat ini masyarakat diharapkan untuk bisa tinggal di dalam rumah. Sayangnya, anak-anak belum terbiasa dengan kondisi ini. Sehingga, banyak dari mereka yang merasa bosan dan meminta untuk bermain di luar rumah malahan pergi ke mall ataupun tempat rekreasi.

Di tengah penyebaran virus corona jenis baru penyebab Covid-19 di Indonesia, sejumlah pemerintah daerah di Indonesia termasuk kota Palembang memberlakukan penghentian aktivitas pendidikan dengan meliburkan sekolah-sekolah selama yang semula 2 minggu yaitu tanggal 16-28 Maret 2020 selanjutnya di tambah lagi belajar di rumahnya sampai tanggal 13 April 2020 atau sampai kapan belum tahu kita ?
Para siswa diminta melanjutkan belajarnya di rumah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kerumunan yang memungkinkan kontak antara banyak orang bertujuan menekan laju penyebaran virus corona.

Selama 4 minggu ini, orangtua diharapkan bisa menjadi “guru” yang mengisi kegiatan anak-anaknya. Selain itu, menemani mereka mengikuti kegiatan belajar secara online atau daring. Anjurannya, jangan mengajak anak ke luar rumah. Oleh karena itu, diperlukan berbagai alternatif kegiatan yang bisa dilakukan anak. Demi menjaga keselamatan anak, banyak sekolah yang harus meliburkan kegiatan belajar dan mengajar. Namun, bukan berarti anak juga harus libur belajar selama di rumah.

Di sinilah, peran orang tua sangat dituntut dengan baik. Meskipun anak libur, bukan berarti kita bisa mengajak anak pergi ke luar rumah dengan leluasa. Tak heran, bila kondisi ini membuat anak merasa bosan. Nah, agar anak tidak merasa bosan, kita bisa menyiapkan beberapa permainan yang seru.

Di antara adalah petak umpet, bermain rumah-rumahan atau memainkan permainan yang disukai oleh anak. Jika memungkinkan orang tua bisa membuat jenis permainan baru yang bisa meningkatkan kreativitas anak. Daripada anak merasa bosan dengan tidak melakukan apapun. Kita bisa meminta anak untuk membantu pekerjaan rumah yang mudah. Salah satu contohnya adalah merapikan mainan yang telah ia mainkan atau belajar untuk membersihkan tempat tidur. Selain membuat anak tidak merasa bosan, cara ini juga bisa mengajarkan mereka menjadi orang yang lebih rapi dan bersih.

Orangtua dapat membuat kue atau camilan bersama anak, daripada harus membeli camilan keluar rumah. Selain memiliki harga yang lebih murah, kita juga akan lebih tahu tentang kualitas gizi yang terkandung di dalam camilan tersebut. Agar kegiatan memasak lebih menyenangkan, kita bisa mengajak anak untuk belajar memasak. Kita tidak perlu memasak camilan yang ribet, cukup dengan bahan yang sederhana, anak pasti akan merasa senang untuk melakukan kegiatan ini.

Tidak bisa dimungkiri bahwa liburnya anak dari sekolah, membuat intensitas waktu orang tua dan anak semakin banyak. Oleh karena itu, manfaatkanlah waktu tersebut dengan sebaik mungkin. Tingkatkanlah komunikasi di antara orang tua dan anak. Karena bisa jadi ada banyak hal yang sebenarnya ingin disampaikan oleh anak-anak kita.

Yang harus ditanamkan dalam pikiran adalah tidak menganggap kondisi saat ini menjadi sebuah beban. “Jangan hanya melihat momen ini sebagai beban. Lihatlah sebagai kesempatan untuk menjalin hubungan bersama anak. Selanjutnya, cobalah bekerja sama dengan anak sebagai tim yang akan saling membantu mencari solusi bersama jika terjadi kesulitan. Membantu anak belajar dengan cara yang seru dan menciptakan suasana belajar menyenangkan di rumah. Cara ini juga menjadi jalan untuk menyamakan persepsi dan mengurangi konflik antara orangtua dan anak.

Diskusikan dengan anak tentang do and don’t. Buat kesepakatan penggunaan gadget, durasi pemakaian, dan kegiatan yang dilakukan dengan gadget. orangtua bisa membuat proses belajar berlangsung menggunakan sistem menu. Jadi, anak diberi kebebasan untuk menentukan kegiatan apa yang ingin mereka lakukan pertama dan selanjutnya. Hal ini penting dilakukan karena situasi belajar di rumah tentu sangat berbeda dengan situasi belajar di sekolah yang cenderung formal. “Yang penting fokus pada target harian yang penting target harian terpenuhi.”

Oleh karenanya, menghadapi wabah ini mesti adanya kesadaran dan kontribusi semua pihak termasuk masyarakat untuk mematuhi arahan pemerintah dan mengikuti protokol keselamatan dengan: Menjalankan dan menerapkan Protokol Kewaspadaan dan Pencegahan Covid-19 dengan baik, mempraktikkan dan membudayakan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sesuai dengan pedoman yang diberikan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, tidak beraktivitas ketempat kerja jika mengalami sakit atau mengalami penurunan kondisi kesehatan, bagi yang mengalami gejala infeksi Covid-19 seperti demam, batuk, influeinza, dan nyeri tenggorokan, diminta untuk segera memeriksakan diri ke rumah sakit rujukan terdekat yang sudah ditunjuk pemerintah, seseorang yang baru kembali dari daerah yang terinfeksi Covid-19, atau memiliki riwayat kontak dengan pasien terkontaminasi positif Covid-19, diwajibkan untuk melaporkan diri ke Dinas setempat untuk mendapatkan arahan lebih lanjut.

Pelaksanaan kegiatan lain yang melibatkan banyak peserta, pangunjung, undangan (melebihi 50 orang) sebagaimana kiteria WHO, diinstruksikan untuk dijadwal ulang sampai dengan keadaan memungkinkan, kegiatan kunjungan di dalam negeri yang tidak penting, untuk ditunda dan dijadwalkan ulang, berlakukan Partial Lockdown, Self Isolation, dan Social Distancing segera sebelum terlambat dan epidemi semakin menyebar. perkuat Sistem IMUN, dengan mengkonsumsi vitamin C, sayur buah dan makanan sehat dan bergizi.

Pertebal juga Sistem IMUN, gunakan Masker menutup hidung dan mulut bagi yang memerlukan, jaga Jarak minimal 1 meter, jangan mendekat, hindari berjabat tangan dan berpelukan, kontak tangan dan fisik, lebih sering Cuci Tangan, hindari memegang Muka, tidur cukup dan olahraga, juga jangan panik, jangan meremehkan tapi tetap waspada , perbanyak Doa dan tingkatkan Taqwa.

Ingat! Diliburkan untuk karantina dan isolasi diri untuk mengurangi risiko pengebaran COVID-19, bukan liburan. Perlakukan diri kita seolah sudah terkena virus agar lebih waspada sehingga orang lain tidak terjangkit. Jika self isolation, partial lockdown atau social distancing berhasil diharapkan dapat menekan meledaknya grafik penyebaran virus dan di saat bersamaan memberikan waktu untuk yang sakit dapat sembuh (recovery), serta tenaga kesehatan dan jumlah fasilitas kesehatan mampu menampung untuk menangani pasien.

Jadi masing-masing diri harus sadar dan tahu diri menyikapi kondisi ini dengan bijak. Jika kita masih “bandel” dan tidak bekerja sama, maka self isolation atau karantina mandiri 14 hari jadi PERCUMA atau SIA-SIA untuk mencegah penyebaran. Bahkan sebaliknya, ketika ajang karantina diliburkan malah liburan ketika nanti saatnya mendekati 14 hari semua orang aktif beraktivitas kembali justru disitu awal ledakan terjadi karena semua berkumpul dan saling tidak mengetahui bahwa masing-masing diri telah menjadi “hidden spreader” atau “silent killer” penyebar virus. Terlebih saat gangguan kecemasan muncul.

Meski seolah tampak membosankan, pembatasan sosial dengan bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah tetap bisa berdampak positif, khususnya dalam membangun kembali komunikasi dan keharmonisan dalam keluarga yang sulit dilakukan selama hari-hari libur biasa. Orangtua dan orang dewasa memiliki peran penting untuk bisa mengelola cemas mereka selama pandemi dan orang tua merasakan bagaimana seorang guru di kelas menghadapi peserta didiknya yang lebih dari 25 anak. Ini saja orangtua di rumah baru menghadapi satu atau dua anaknya tentu sudah stress. Supaya kecemasan itu tidak menular dan berimbas kepada anak-anak mereka yang umumnya masih bingung dengan berbagai hal yang berubah dan mendadak terjadi. Semoga bencana virus covid 19 ini cepat berlalu dan anak-anak bangsa dapat melanjutkan pendidikan seperti semula guna menggapai cita-cita yang mereka harapkan.

(A. Daris Awalistyo S.Pd., Pendidik di SDK Frater Xaverius 2 Palembang)

MENYONGSONG ERA BARU PENDIDIKAN INDONESIA

Beberapa saat setelah dilantik sebagai Menteri Kabinet Kerja, Mendikbud yang baru, Nadiem Anwar Makarim, telah membuat beberapa ‘gebrakan’ kebijakan yang membuat banyak orang, terutama yang berkecimpung di dunia pendidikan terbengong-bengong. Ketika banyak orang masih terkaget-kaget dengan keuputusan Presiden Jokowi melantik orang muda ( 35 tahun ) dengan latar belakang yang sama sekali jauh dari bidang pendidikan (Kemdikbud) ternyata dijawab oleh Nadiem dengan optimisme yang tinggi. Dia menyebutnya dengan istilah Kebijakan Merdeka Belajar. Nadiem melihat bahwa sistem pendidikan di Indonesia, baik pendidikan dasar, menengah, maupun pendidikan tinggi sangat jauh tertinggal di banding negara lain. Sistem pendidikan di Indonesia masih sangat konvensional, kurang bahkan tidak mampu mengikuti perkembangan dan perubahan zaman. Dia katakan bahwa salah satu penyebabnya adalah masih kurang percayanya pemerintah kepada peran guru (dosen). Pemerintah masih terus intervensi sampai pada tataran teknis pada peran guru sebagai pengajar dan pendidik.

Awal yang baik
Dari beberapa gebrakan kebijakan Mendikbud Nadiem Makarim, saya lebih menyoroti kebijakan yang terkait dengan pendidikan dasar dan menengah, yaitu “kepercayaan pada peran guru yang mulai dikembalikan”. Ini sebuah awal yang baik. Pertama adalah tentang Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP adalah dinamika yang harus disiapkan guru setiap harinya. RPP adalah napas dan jantungnya para guru. Dulu RPP harus dibuat berlembar-lembar, dan cenderung dibuat bukan karena sebuah tuntutan pendampingan anak didik melainkan lebih karena tuntutan administrasi (persiapan akrditasi sekolah). Waktu guru habis di sini. Kini RPP cukup 1 halaman. Meski tetap dengan rambu-rambu penyusunannya namun kreativitas dan inovasi guru sebagai pengajar dan pendidik lebih diutamakan. Kedua, tentang Ujian Nasional (UN). Nadiem, yang mungkin juga generasi yang pernah merasakan UN, nampaknya paham betul bahwa kebijakan UN ternyata lebih banyak dampak negatifnya dibanding dampak positipnya, terutama dikaitkan dengan peran/tugas, wewenang, dan tanggung jawab guru. Sebagai seorang yang pernah terjun langsung bertahun-tahun sebagai pendidik saya masih ingat betul beberapa dampak negatif UN, antara lain :

  1. Mempersiapkan / merancang pembelajaran, mengajar, mengevaluasi, dan memberikan penilaian peserta didik adalah tugas, wewenang, dan tanggung jawan guru. Ini amanat UU Sisdiknas No.20 tahun 2003. Namun dengan UN sebagian peran guru telah diambil alih pemerintah, karena soal UN dan hasilnya (nilai siswa ) diputuskan oleh negara.
  2. Dengan UN, model / strategi pembelajaran yang telah dipersiapkan dalam RPP menjadi buyar “ambyar“ karena harus diganti dengan sistem drilling. Ini langkah yang “terpaksa” ditempuh kalau ingin hasil UN dengan model soal pilihan ganda ini baik. Model pembelajaran menjadi kaku, kering, gersang, dan membosankan. UN tidak bisa mencetak anak yang aktif, kreatif, inovatif tetapi mencetak anak yang “penurut”.
  3. Hasil UN yang diharapkan bisa menjadi bahan pemetaan kemajuan pendidikan di semua wilayah di Indonesia sangat diragukan. Mengapa ? Ini karena standar pengawasan, mulai dari distribusi soal ke daerah-daerah sampai distribusi soal ke peserta didik tidak sama. SOP-nya memang sama tetapi implementasinya sangat jauh berbeda. Jadi tidak perlu heran kalu hasil UN di sekolah pedalaman Papua atau daerah lain lebih bagus dibanding di sekolah dalam kota di Pulau Jawa.
  4. UN yang sempat sekian tahun menjadin penentu kelulusan telah mengabaikan peran yang sesungguhnya guru sebagai pengajar dan juga pendidik. Yang tahu persis potensi anak didik setiap harinya itu adalah guru, bukan pemerintah. Maka sangat tidak adil ketika anak didik divonis dengan UN.
  5. Masih banyak lagi sisi negatif UN yang dirasakan oleh para guru, siswa, bahkan orang tua yang tidak perlu saya uraikan lebih lanjut. Biarlah itu sudah berlalu (Mendikbud telah memutuskan UN 2020 adalah UN terakhir) dan anggap saja itu bagian dari sebuah proses pendewasaan kita semua, pendewasaan bangasa Indonesia.

Menyongsong Era Baru
Dengan diumumkannya oleh Mendikbud bebrapa waktu lalu, UN 2020 adalah UN terakhir menjadi angin segar bagi kita semua yang berkecimpung di dunia pendidikan terutama para guru. Namun juga sebagai tantangan yang harus dihadapi ketika kepercayaan telah dikembalikan. Para guru yang selama ini terjebak pada kegiatan administratif, ke depan banyak waktu yang bisa dikelola dengan baik dalam mendampingi anak didik. Bencana Virus Corona (Covid-19) kita ambil hikmahnya. Selain UN harus berakhir lebih cepat, guru dan siswa bekerja dan belajar di rumah, semua ditantang untuk bisa bekerja dan belajar “mandiri”. Semua akhirnya dituntut untuk kreatif, inovatif, memaksimalkan segala potensi yang dimiliki. Belajar on-line/ e-learning (daring) yang semula dianggap “tabu” kini ternyata bagian dari solusi yang harus dimaksimalkan.

Tetap semangat bapak, ibu guru, dan para siswa. Mari kita jawab kepercayaan ini, mari kita songsong Era Baru Pendidikan Indonesia.

(Agus Yuswana, Sekretaris BPH Yayasan Xaverius Palembang)