ISKA DPC Palembang Mengajak Umat untuk Mengenal Ajaran Sosial Gereja (ASG)

Dalam ajaran Katolik tentu kita sadar bahwa ada dua hukum utama. Hukum utama yang pertama adalah Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu (Markus 12:30). Dan Hukum Utama yang kedua Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Markus 12:31).

Kedua hukum ini memberikan gambaran kepada kita bahwa sebagai orang beriman kita perlu menyelaraskan relasi kita dengan Sang Pencipta dan juga dengan sesama manusia. Dengan semakin berkembangnya zaman tentu manusia akan dihadapkan dengan berbagai tantangan dan kondisi yang semakin kompleks. Teguh dalam iman dan peduli dengan permasalah kontektual yang ada di lingkungan sosial kemasyarakatan menjadi hal yang perlu untuk kita refleksikan bersama.

Ada banyak sekali fenomena di mana orang-orang kehilangan rasa religiusitasnya karena dihimpit oleh persoalan sosial dan ekomoni. Namun, di sisi lain juga banyak ditemukan orang-orang yang abai dengan kondisi sosial dan lingkunganya karena keimanan yang egois.

Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah bagaimana sebagai orang Katolik yang beriman menyikapi persoalan-persoalan yang ada disekitar kita. Untuk menjawab pertanyaan itu tentu kita membutuhkan sebuah ruang diskusi yang baik, sehingga ISKA DPC Kota Palembang menyelenggarakan Diskusi bersama mengajak Umat untuk Mengenal Ajaran Sosial Gereja (ASG).

Diskusi Bersama mengenal ASG ini diselengarakan di Aula Pastoran Paroki Santo Yoseph Palembang pada tanggal 13 Februari 2020. Kegiatan diskusi bersama ini diselengarakan atas kerjasama berbagai kelompok organisasi katolik di Kota Palembang seperti Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI), Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Pemuda Katolik (PK), dan Juga Kerawam. Dalam kegiatan ini dihadiri sekitar 70 peserta dari berbagai profesi dan kalangan.

Narasumber dalam diskusi ini adalah Dewan Pakar ISKA DPC Kota Palembang Dr. Hendro Setiawan. Dalam materi pembuka diskusi ini Dr. Hendro Setiawan menyampaikan bahwa ASG dengan seluruh dinamikanya mendampingi manusia untuk mencari pemecahan masalah-masalah yang aktuil yang dihadapi oleh manusia. Dasar dari ASG adalah Inji dan juga pemikiran-pemikiran orang kudus.

Lembaga-lembaga pendidikan dan organisasi-organisasi awam Katolik seharusnya mengambil tiga peran dalam kehidupan sosial. Pertama membina kesadaran yang lebih peka terhadap kepincangan-kepincangan serta ketidakadilan dalam masyarakat. Sebagai orang Katolik tentu kita tidak boleh acuh tak acuh atau masa bodoh terhadap permasalahan ketidak-adilan yang ada.

Banyak permasalahan sosial yang terjadi dan itu membutuhkan peran serta kita sebagai orang beriman Katolik. Permasalahan ekonomi, permasalahan pendidikan, permasalahan hukum, permasalahan politik dan permasalahan-permasalahan lainya. Kita tidak boleh hanya peduli dan bereaksi dengan permasalahan dan ketika-adilan yang kita hadapi, semisal ada pelarangan pendirian gereja. Kita harus bisa melihat permasalahan lebih dari itu, sebagai garam kita tidak boleh hanya mengasini kaum kita sendiri tetapi semuanya.

Peran kedua yang dijelaskan oleh Dr Hendro Setiawan adalah memperlihatkan akar masalah dari kepincangan-kepincangan dalam masyarakat dan cara memeranginya. Sebagai gereja kita harus bisa berfikir lebih dalam ketika melihat permasalahan yang ada. Sebagai contoh ketika berbicara global warming atau pemanasan global. Apakah dengan tidak menggunakan produk-produk plastik yang dianggap sebagai salah satu penyumbang pemanasan global atau menanam pohon di halaman rumah sebagai cara untuk membuat lingkungan asri sudah cukup. Untuk skala kecil tentu ya, namun  kita tidak boleh berhenti hanya dengan cara-cara tersebut. Kita harus bisa melihat pemasalahan dan mencari solusi yang lebih dari itu.

Peran ketiga adalah pendidikan sejak muda untuk melibatkan diri dalam usaha menciptakan keadilan dalam masyarakat. Pendidikan-pendidikan dan organisasi awam katolik harus bisa menjadi motor dalam menanamkan kepedulian-kepedulian dari sejak dini kepada umat Katolik untuk memiliki kepedulian yang tinggi terhadap permasalahan-pernasalahan sosial yang ada di masyarakat.

Dalam diskusi ini juga Dr Hendro Setiawan menjelaskan bahwa ASG mengalami perkembangan dari masa ke masa sesuai dengan jamannya. ASG yang pertama adalah Rerum Novarum yang dibuat oleh Bapa Paus Leo XIII. Rerum Novarum menekankan pada ketidakadilan dalam pembagian kelas sistem kapitalisme dan berupaya mengembalikan martabat manusia.

Dokumen ASG yang kedua adalah Quadragesimo Anno yang dibuat oleh Bapa Paus Pius XI. Quadragesimo Anno menekankan pada mengangkat nilai-nilai moral gereja tentang hak-hak kepemilikan. Dokumen selajutnya Mater et Magistra (Ibu dan Guru) menekankan pada keterbukaan Gereja terhadap hal-hal yang baru dan permasalah kesenjangan sosial yang parah. Dokumen ASG Pacem in Terris yang mengangkat tema kehendak baik yang ada dalam semua orang untuk mengupayakan perdamaian dan dan kehidupan yang baik.

Dokumen-dokumen ASG ini terus berkembang sampai dengan sekarang. Pada Tahun 2015 dibuat dokumen ASG yang membahas tentang lingkungan hidup dan krisis ekologis yang dibuat oleh Bapa Paus Fransiskus yaitu Laodato Si. Dalam Ensiklik ini Bapa Paus mengkritik konsumerisme dan pembangunan yang tidak terkendali, menyesalkan terjadinya kesurakan lingkungan dan pemanasan global, serta mengajak semua orang di seluruh dunia untuk mengambil aksi nyata untuk mengatasi permsalahan ini.

Pada Tahun 2016 dibuat dokumen ASG yang fokus membahas tentang keluarga yaitu Amoris Laetitia. Ensiklik ini dibuat oleh juga oleh Bapa Paus Fransiskus. Dalam Amoris Laetitia menekankan pada pentinya kasih sayang dalam membangun keluarga harmonis. Dalam dokumen ini Gereja Katolik hanya mengakui perkawinan antara laki-laki dan perempuan. “Tidak ada dasar dalam rencana Tuhan bagi pernikahan sesame jenis: demikian pernyataan Paus Fransiskus dalam dalam dokumen ini,

Dalam diskusi ini hanya membahas ensiklik-ensiklik atau dokumen-dokumen ASG dari masa ke masa dan tidak membahas secara mendalam untuk dokumen tertentu. Oleh karena itu banyak pertanyaan dari para peserta tentang permasalahan-permasalahan aktuil yang dihadapi.

Salah satu pertanyaan adalah dari Bapak Y. Handoko yang menanyakan tentang apakah ASG ini dapat berlaku secara lokal sesuai dengan kondisi daerah tertentu dan apakah suatu saat jika ada teknologi yang saat ini belum ada juga diatur dalam ASG. Menjawab pertanyaan ini Dr. Hendro Setiawan menjelaskan bahwa semua ensiklik ASG dibuat karena keprihatinan Bapa Suci terhadap permasalahan sosial yang ada dimasyarakat. Tentu apa yang ada di dalam ASG dapat dilihat dan dipadukan dengan permasalahan yang ada pada daerah tertentu dan kondisi tertentu. Berkaitan dengan teknologi juga sudah diatur di dala ASG. Apapun teknologi yang dikembangkan dan dibuat oleh manusia yang tidak memberikan manfaat yang baik bagi kehidupan manusia tentu tidak sesuai dengan ajaran Yesus, maka tidak dianjurkan dalam ASG.

Dalam kegiatan diskusi ini Dr. Hendro Setiawan mengajak umat untuk mau dan mulai memahagi ASG secara mendalam. “Dikemudian hari kita bisa membahasan secara lebih detail tentang satu dokomen, sehinggal kita memiliki pemahaman yang baik tentang ASG” ungkap Dr. Hendro Setiawan.

Dari dikusi ini dapat kita simpulkan bahwa kita sebagai orang Katolik harus bisa menjadi garam dan terang dunia. Garam yang tidak hanya memberikan asin dan terang yang tidak hanya memberikan sinar kepada sesama Katolik, tetapi juga kepada semua orang. Seperti Tuhan Yeses yang datang kedunia untuk menjadi juru selamat umat manusia. Sebagai umat Katolik kita juga sudah memiliki pedoman-pedoman sesuai dengan Injil Kitab Suci tentang bagaimana kita harus bersikap terhadap pemasalahan dan juga ketidak-adilan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Pemahaman ASG dapat membantu kita untuk memperjuangkan dunia yang adil dan damai, seraya menghormati hak-hak asasi manusia, toleran dan menghargai semua orang.